PENDAHULUAN
Kehidupan manusia di dunia ini tidaklah berjalan sendiri. Setiap gerak langkah yang kita lakukan tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Sehingga apa yang ada di sekitar kita merupakan ketetapan dari Allah yang maha kuasa atas segala sesuatu. Ketetapan yang ada pada kita terkadang tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Tetapi perlu diketahui bahwa Dia lebih tahu dengan apa yang kita butuhkan saat ini.
Salah satu hal yang sudah menjadi ketetapan dari Allah adalah Rizqi. Rizqi yang diberikan kepada manusia tentunya sesuai dengan ukuran kemampuan diri manusia itu sendiri. Meskipun terkadang manusia selalu merasa kurang dengan apa yang telah diterimanya.Ketetapan rizqi yang diberikan kepada manusia banyak dijelaskan al-qur’an. Diantara surat-surat yang membahas hal itu adalah surat al-insyiroh dan al-quraisy yang akan dijelaskan dalam makalah ini. Meskipun tidak secara langsung Allah menegaskan tentang hal tersebut, tetapi diantara isi kandungan yang ada di dalam surat al-insyiroh dan al-quraisy mengenai hal tersebut.
Tujuan ditulisnya makalah ini selain sebagai pemenuhan tugas kuliah juga sebagai bahan wacana untuk kita bersama dalam menyikapi apa yang telah kita terima. Sehingga diharapkan dengan kita mengetahui ketetapan rizqi yang diberikan kepad kita. Kita mampu menyikapi apa yang telah kita terima menumbuhkan rasa syukur yang lebih kepada Allah swt.
Kami menyadari tulisan yang ada di hadapan para pembaca masih jauh dari kesempurnaan. Permohonan maaf kami sampaikan yang setulus-tulusnya. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan acuan untuk penulisan-penulisan berikutnya. Sehingga diharapakan penulisan-penulisan selanjutnya bisa menjadi lebih baik.
PEMMBAHSAN
بِسْمِ اللهِ الرَحْمنِ الرَّحِيْمِ
•
1. karena kebiasaan orang-orang Quraisy, 2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas[1602]. 3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). 4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
[1602] Orang Quraisy biasa Mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. ini adalah suatu nikmat yang Amat besar dari Tuhan mereka. oleh karena itu sewajarnyalah mereka menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka.
بِسْمِ اللهِ الرَحْمنِ الرَّحِيْمِ
• • •
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, 2. dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, 3. yang memberatkan punggungmu[1584]? 4. dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu[1585], 5. karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. 7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain[1586], 8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
[1584] Yang dimaksud dengan beban di sini ialah kesusahan-kesusahan yang diderita Nabi Muhammad s.a.w. dalam menyampaikan risalah.
[1585] Meninggikan nama Nabi Muhammad s.a.w di sini Maksudnya ialah meninggikan derajat dan mengikutkan namanya dengan nama Allah dalam kalimat syahadat, menjadikan taat kepada Nabi Termasuk taat kepada Allah dan lain-lain.
[1586] Maksudnya: sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah Maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia Maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah.
Hukum Bacaan Lafadz Hukum Bacaan Lafadz
Idzhar Syafawi Mad Thabi’iy
Qolqolah Suhro Mad Liyn •
Mad Thobi’iy Idzhar Syafawi
Ikhfa Haqiqi Asy – Syamsiyah dan Mad Wajib Muttashil
Mad Jaiz Munfashil Mad Liyn
Mad Thobi’iy Mad Thobi’iy
Ghunnah Mad Thobi’iy
Al – Qomariyah Al - Qomariyah dan Mad Liyn
Mad Iwadl • Mad Jaiz Munfashil
Mad Thobi’iy Idhom Mitsli
Ikhfa Haqiqi dan Qolqolah Kubro Ikhfa Haqiqi
Mad Thobi’iy Idhom Bighunnah
Qolqolah Kubro Idhom Mitsli
Idzhar
A. Memahami Isi Kandungan Surah Quraisy
Surat Quraisy adalah surah Makiyyah. Namanya yang dikenal secara umum aadalah surah Quraisy. Tujuan utama surah ini adalah mengingatkan suku yang paling berpengaruh di Mekah (Suku Quraisy) tentang betapa besar nikmat Alloh yang mestinya mereka syukuri dengan jalan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Ayat pertama disini Alloh mengingkatkan kaum musyrikin Mekah yang mengaku sebagai pembele-pembela rumah-Nya dan tampil di bawah pimpinan suku yang paling berpengaruh di sana yaitu Suku Quraisy mengingatkan mereka agar mensyukuri nikmat yang dilimpahkan kepada mereka dengan jalan mengabdi kepada Tuhan Pemilik rumah itu. Alloh berfirman: Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, yaitu kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin ke Yaman dan musim panas ke Syam yakni Syiria, dan Lebanon.
Masyarakat Mekah dikagumi dan ditakuti oleh masyarakat di sekitarnya karena semua pihak mengagungkan Kab’ah, sedang kaum Quraisy dengan berbagai cabang-cabang kesukuannya memegang tampuk tanggung jawab memelihara Ka’bah, memenuhi kebutuhannya serta kebutuhan pokok para peziarahnya. Karena itu mereka memperoleh rasa aman, baik dalam tempat pemukiman mereka di Mekah maupun dalam perjalanan mereka ke luar kota. Penghormatan dan rasa kagum itu bertambah sejak dibinasakannya oleh Alloh SWT. pasukan bergajah yang sengaja datang untukmerubuhkan Ka’bah yang diurus oleh penduduk Mekah itu (suku Quraisy).
Kata quraisy terambil dari kata at-taqarrusy yang berarti keterhimpunan, kekuatan dan kesucian dari hal-hal buruk. Penamaan suku itu demikian untuk memuji mereka dalam pesatuan dan kekokohan mereka serta sikap yang ditampakan mereka dalam perdagangan. Dalam konteks pujian terhadap suku ini serta pengaruh mereka yang beitu kuat dalam masyarakat, Nabi SAW. bersabda: “Al-A’immat(u) min Quraisy yang berarti pemimpin-pemimpin (hendaknya diangkat) dari suku Quraisy” (HR. Ahmad melalui Anas Ibin Malik).
Pada ayat ke-2 ini menceritakn perjalanan orang quraisy dalam berdagang. Pada musim dingin mereka berdagang ke negara Yaman dengan jalur selatan yaitu, Mekah, Thaif, Asir, San’a (Yaman) dan pada musim panas mereka berdagang ke Negara Syam (Suriah) dengan jalur utara, Mekah, Madinah, Damaskus, Hunain, Badar, Ma’an (Syirqil Urdun). Hal ini disebabkan karena tanah arab yang tandus sehingga mereka dalam mencari rezeki dari Allah melalui jalur perdagangan.
Kata rihlah terambi dari kata rahala yang berarti pergike tempat yang relatif jauh. Rihlah adalah kepergian atau perjalanan yang cukup jauh, yang dimaksud adalah perjalanan dagang kaum Quraisy yang mereka lakukan dua kali dalam setahun yaitu pada musim dan musim panas. Perjalanan dagang ini pertama kali oleh kakek Nabi SAW, Hasyim Ibnu ‘Abd Manaf. Ini disebabkan karena sebelum itu apabila penduduk Mekah mengalami kesulitan pangan, pemimpin rumah tangga membawa keluarga mereka ke suatu tempat tertentu dan membangun kemah buat mereka di sana untuk tinggal sampai mereka mati kelaparan. Ini mereka istilahkan dengan al-I’tifar. Ketika itu ada salah satu keluarga Bani Makhzum yang bermaksud melakukan hal tersebut tetapi beritanya didengar oleh Hasyim, maka beliau menyampaikan kepada suku Quraisy tentang peristiwa itu dan kemudian beliau meminta mereka bergotong royong untuk saling membantu. Dari sinilah kemudian mereka bersepakat untuk melakukan perdagangan dengan keuntungan yang dibagi rata. Apa yang diperoleh si kaya, diperoleh dalam kadar yang sama oleh orang miskin. Sikap bergotong royong inilah yang menjadikan perjalanan dagang itu diabadikan oleh surah ini.
Inti dari ayat ke-3 dan ke-4 adalah Allah mengingatkan orang Quraisy supaya bersyukur dengan rezeki yang diberikan dengan cara memanfaatkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Karena jaminan keamanan yang mereka peroleh saat perjalanan itu dan karena keuntungan materil yang mereka raih itu bersumber dari Alloh SWT maka hendaklah mereka yakni kaum Quraisy penduduk Mekah itu menyembah Tuhan Pemelihara dan Pemilik rumah ini yakni Ka’bah yang telah memungkinkan mereka meraih kedua manfaat sekaligus. Yuhan itulah yang telah memberi makan mereka setelah lapar atau untuk menghilangkan rasa lapar yang mereka derita, padahal mereka tinggal di lembah yang tidak bertanaman dan memberi mereka rasa aman dari ketakutan sedangkan penduduk di sekitar mereka banyak yang sering kali saling merampok dan membunuh.
Masyarakat Mekah mengakui wujud Alloh dan menyatakan diri pengikut ajaran Nabi Ibrohim AS. Sehingga seharusnya mereka mengesakan Alloh, karena itulah inti ajarannya, akan tetapi hal ini bertentangan dengan realitas yang terjadi di masyarakat Mekah. Alloh pada ayat diatas ditunjuk dengan kalimat “Pemilik rumah ini” yakni Ka’bah. Hal ini digunakan untuk mengingatkan mereka bahwa kehormatan yang mereka dapatkan di tengah masyarakat sekitar, serta rasa aman dan jaminan perjalanan itu disebabkan karena mereka adalah penduduk kota dimana rumah Alloh itu ada.
Dua hal yang disebut oleh ayat terakhir surat ini yaitu kesejahteraan yang dicapai dengan tersedianya pangan (pertubuhan ekonomi) serta jaminan (stabilitas) keamanan merupakan dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan masyarakat. Kedua hal ini jugalah yang dimohonkan oleh Nabi Ibrahim ketika berkunjung ke Mekah yakni dengan do’a beliau:
“Tuhanku, jadikanlah negri ini negri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Alloh dan hari Kemudian.” Alloh berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali” (QS. Al-Baqarah [2]: 126).
B. Memahami Isi Kandungan Surah Al-Insyirah
Ulama sepakat menyatakan bahwa ayat-ayat surat ini, kesemuanya turun sebelum Nabi Muhammad saw. Berhijarah ke Madinah. Surah ini dinamai juga surah asy-syarh/ alam nasyrah atau surah al-insyirah. Kesemua nama tersebut merujuk ke ayat pertamanya. Tema utamanya adalah penenangan hati Nabi Muhammad saw.menyangkut masa lalu dan masa datang beliau, serta tuntutan untuk berusaha sekuat tenaga dan penuh optimisme.
Ayat ke-1 berbicara tentang kelapangan dada dalam pengertian immaterial, yang dapat menghasilkan kemampuan menerima dan menemukan kebenaran, hikmah dan kebijaksanaan, serta kesanggupan menampung bahkan memaafkan kesalahan dan gangguan orang lain. Kata syaraha serupa maknanya dengan kanddungan doa Nabi Musa AS:
”Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untuku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku” (QS. Thaha [20]: 25-27)
Serta serupa dengan firman-Nya:
“Dan apakah orang-orang yang dilapangkan Alloh dadanya untuk menerima agama Islam sehingga ia mendapat cahaya/pelita (sama dengan yang membantu hatinya)?” (QS. Az-Zumar [39]: 22).
“Barang siapa yang dikehendaki Alloh untuk diberi petunjuk, maka Dia (Alloh) melapangkan dadanya untuk memluk agama Islam” (menyerahkan diri kepada Alloh)”. (QS. Al-An’am [6]: 125).
Keislaman atau penyerahan diri itu menghasilkan cahaya yang dapat dianugrahkan oleh pemilihnya membedakan yang haq dari yang bathil, yang utama dari yang tidak utama, yang benar dari yang tidak benar.
Ayat ke-2 dan ke-3 menegaskan bahwa disamping anugrah kemudahan yang akan diperoleh Nabi, ayat di atas melanjutkan bahwa: Dan disamping itu Kami juga telah menanggalkan darimu beban yang selama ini engkau pikul dan engkau raasakan sangat memberatkan punggungmu. Dari ayat ini dapat diketahui betapa berat yang dipikul oleh Nabi Muhammad. Al-Qur’an tidak menjelaskan tentang beban itu, karenanya timbul berbagai pendapat ulama antara lain:
1. Wafatnya istri beliau Khatijah RA dan paman beliau Abu Thalib.
2. Beratnya wahyu Al-Qur’an yang baru diterima
3. Keadaan masyarakat pada zaman Jahiliyah
Selanjutnya pada ayat ke-4 menegaskan anugrah Alloh yang lain yakni: disamping kemudahan dan keringanan beban pada ayat ini Allah memberikan penghargaan kepada Nabi Muhammad berupa:
1. Nama Nabi Muhammad disejajarkan dengan Allah dalam kalimat syahadat
2. Seseorang tidak dianggap beriman bila tidak beriman kepada Muhammad
3. Nama dan sifat Nabi tercantum di kitab-kitab suci sebelum Al-Qur’an
4. Nabi Muhammad dijadikan suri tauladan bagi seluruh umat manusia
5. Semua umat Islam senantiasa menucapkan sholawat kepada Nabi Muhammad
Selain itu ketinggian nama Nabi juga dapat dibuktikan melalui pembuktian yang logis dan ilmiah ataupun menurut pandangan para ahli yang tidak menggunakan dengan tolak ukur agama. Thomas Carlyle yang menggunakan tolok ukur “kepahlawanan”, Marcus Dods yang menulis dalm bukunnya Muhammad, Budha, Christ dengan tolok ukur “keberanian moril”, Will Duranat dalam The Story of Civilization denga tolok ukur “hasil karya”, Michel Hart dalam Seratus Tokoh dengan tolok ukur “pengaruh” dan masih banyak lagi yang lainnya, kesemuanya berkesimpulan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang manusia yang sangat agung bahkan manusia yang terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan.
Dalam ayat ke-5 dan ke-6, Allah menyatakan bahwa jika engkau telah menggetahui dan menyadari betapa besar anugrah Alloh itu maka dengan demikian, menjadi jelas pula bagimu wahai Nabi agung bahwa sesungguhnya bersama atau sesaat sesudah kesulitan ada kemudahan yang besar, sesungguhnya setelah kemudahan ada kesulitan yang besar. Ayat 5 dan 6 disini sesuai jalanya dengan isyarat yang dikandung dalam firman Alloh:
“Yang demikian itu ada karena sesungguhnya Alloh (kuasa) memasukkan malam kedalam siang dan memasukan siang kedalam malamdan bahwa Alloh Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”. (QS. Al-Hajj [22]: 61).
Demikian itu sunnah dan ketetapan Alloh yang berlaku bahkan dalam hokum-hukum syariat-Nya dikenal hal yang sama. Para ahli hukum Islam, setelah memperhatikan sekian banyak ayat Al Qur’an dan hadits-hadits menyimpulkan dalam bentuk akidah yang berbunyi “al-Masyaqqah Tajlibu at-Taissir” (kesulitan mendatangkan kemudahan) demikian pula kaidah “Idza Dhaqa asy-Syai’u Ittasa’”(Apabila sesuatu telah menyempit, maka ia menjadi luas).
Ayat ini memesankan agar manusia berusaha menemukan segi-segi positif yang dapat dimanfaatkan didalam setiap kesulitan, karena bersama setiap kesulitan terdapat kemudahan. ayat ini berpesan agar setiap manusia mencari peluang pada setiap tantangan dan kesulitan yang dihadapi.
Intisari dari ayat ke-7 dan ke-8 adalah menuntut kesungguhan dalam bekerja dibarengi dengan harapan serta optimisme akan kehadiran bantuan Ilahi. Hal inilah yang dipesankan oleh ayat ini dengan menyatakan: maka apabila telah selesai yakni telah berada di dalam keluangan setelah tadinya engkau sibuk maka bekerjalah dengan sungguh-sungguh hingga engkau letih atau hingga engkau tegak dan nyata suatu persoalan baru dan hanya kepada Tuhanmu saja tidak kepada siapapun selain-Nya hendaknya engkau berharap dan berkeinginan penuh guna memperoleh bantuan-Nya dalam menghadapi setiap kesulitan serta melakukan satu aktivitas.
Ayat surah ke-7 ini memberi petunjuk bahwa seseorang harus selalu memiliki kesibukan. Bila telah berakhir suatu pekerjaan, maka ia harus memulai lagi dengan pekerjaan lain, sehingga dengan ayat ini seorang muslim tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya. Sedangkan ayat ke-8 menggunakan kata wauw yang bisa diterjemahkan dengan dan. Kata itu menunjukan ayat ke-7 dan ke-8, dan ini berarti seseorang selalu harus menghubungkan antara “kesungguhan bersaha” dengan harapan serta “kecenderungan hati” kepada Alloh SWT. Ini dapat sejalan dengan ungkapan “bekerja sambil berdoa” walau tentunya kedua ayat ini mengandung makna yang jauh lebih dalam dari ungkapan ini.
Demikianlah surah Asy-Syarh memulai ayat-ayatnya dengan menggambarkan dan anugrahketenangan jiwa yang telah diperoleh Nabi Muhammad SAW serta diakhiri dengan petunjuk yang dapat mengantarkan seseorang guna memperoleh ketenangan itu. Meskipun ayat itu ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi secara tidak langsung juga ditujukan kepada seluruh orang-orang yang beriman. Sehingga apabila kita dalam hidup ini menghadapi kesulitan maupun penderitaan hendaklah selalu bersabar, berdoa kepada Allah dan yakin bahwa dibalik kesulitan pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya
Jadi, kita hanya patut mengabdi kepada Allah, karena hanya Dialah yang memberikan nikmat dalam hidup kita. Apabila kita mengalami kesulitan dalam hidup, hanya Allah yang bisa menolong kita. Karena itu, setelah kita berusaha dan berdoa, kita harus bertawakkal kepada-Nya.
C. Hubungan QS Quraisy dan Al-Insyirah
1. Keduanya berisi tentang pemberiaan Allah yang telah menyediakan rezeki untuk kebutuhan manusia. Pernyataan bahwa Alloh telah menyediakan rizki kepada setiap manusia ini relavan dengan QS. Hud: 6, yang menyatakan bahwasanya “dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Alloh-lah yang memberi rizkinya. Ummat Muslim haruslah yakin akan hal ini karena ini salah satu obyek keyakinan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata rezeki memiliki dua arti yaitu, pertama, rezeki adalah segala sesuatau yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan) berupa makanan (sehari-hari); nafkah. Kedua, yaitu kata kiasan dari penghidupan, pendapatan, (uang dan sebagainya yang digunakan memelihara kehidupan), keuntungan, kesempatan mendapatkan makanan dan sebagainya.
Rezeki terdiri dari dua jenis. Rezeki yang kita cari dan rezeki yang datang dengan sendirinya. Dalam riwayat, rezeki yang datang kepada kita disebut sebagai “rezeki thâlib” (yang mencari) dan rezeki yang kita cari dinamakan “rezeki mathlûb (yang dicari).”
Rezeki thâlib dan yang telah ditentukan (mahtum) adalah rezeki berupa keberadaan, usia, segala fasilitas, lingkungan, keluarga, dan segala potensi dan sebagainya dari jenis rezeki ini, memberikan kemampuan yang diperlukan dan ketelitian untuk berusaha, berupaya dan bekerja sehingga dengan demikian gerbang pintu rezeki matlub dan yang bersyarat akan terbuka.
Untuk menerima rezeki matlub, setiap orang harus menengadahkan tangannya berdoa – disertai dengan usaha dan keseriusan – ke haribaan Tuhan; bahkan seorang bocah menyusui sekalipun usahanya adalah tangis dan rontaan, dengan aktifitas-aktifitas ini ia memperoleh rezeki yang dicari (ASI).
2. Keduanya berisi tentang rezeki yang diberikan Allah kepada makhluknya banyak macamnya. QS. Quraisy menjelaskan rezeki dari Allah tentang harta perniagaan, makanan, rasa aman dan jauh dari rasa cemas. Sedangkan QS Al-Insyirah menjelaskan beberpa rezeki dari Allah adalah bersikap lapang dada (sabar) dalm berdakwah, diringankan dari beban yang berat dan kemudahan yang diberikan kepada Nabi Muhammad.
3. QS Quraisy menjelaskan rezeki dari Allah akan diperoleh dengan usaha manusia seperti bertani, berdagang, pegawai, buruh dsb. Sedangkan QS Al-Insyirah menjelaskan manusia harus pandai memanfaatkan waktu untuk mencari rezeki guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
D. Menerapkan Kandungan QS Quraisy dan Al-Insyirah dalam Kehidupan
1. Memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk kegiatan sesuai dengan petunjuk agama
2. Tidak bermalas-malasan
3. Banyak bersyukur
4. Berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari rezeki Allah
5. Berusaha agar tidak melanggar norma agama
6. Memanfatkan hasil untuk kepentingan agama
7. Menggunakan hasil sesuai dengan ketentun agama
KESIMPULAN
Surat Quraisy adalah surah Makiyyah yang tujuan utama surah Quraisy adalah mengingatkan suku yang paling berpengaruh di Mekah (Suku Quraisy) tentang betapa besar nikmat Alloh yang mestinya mereka syukuri dengan jalan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, sedangkan tema utama surah Al Insyiroh adalah penenangan hati Nabi Muhammad saw.menyangkut masa lalu dan masa datang beliau, serta tuntutan untuk berusaha sekuat tenaga dan penuh optimisme.
Kedua surat tesebut diatas berisi tentang rezeki yang diberikan Allah kepada makhluknya banyak macamnya. QS. Quraisy menjelaskan rezeki dari Allah tentang harta perniagaaan, makanan, rasa aman dan jauh dari rasa cemas. Sedangkan QS. Al-Insyirah menjelaskan beberpaa rezeki dari Allah adalah bersikap lapang dada (sabar) dalm berdakwah, diringankan dari beban yang berat dan kemudahan yang diberikan kepada Naabi Muhammad.
Pesan lain dari surah Quraisy yaitu menjelaskan rezeki dari Allah akan diperoleh dengan usaha manusia seperti bertani, berdagang, pegawai, buruh dsb. Sedangkan QS Al-Insyirah menjelaskan manusia harus pandai memanfaatkan waktu untuk mencari rezeki guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karenanya sebagai ummat Islam yang bertaqwa maka hendaknya kita menjalankan segala perintah dan larangan Alloh, apalagi peintah Alloh yang sudah tercantum di surah Al-Qur’an seperti QS. Al-Insyiroh dan Quraisy maka tidak ada alasan lain selain mendengarkan dan mengamalkan.
Kehidupan manusia di dunia ini tidaklah berjalan sendiri. Setiap gerak langkah yang kita lakukan tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Sehingga apa yang ada di sekitar kita merupakan ketetapan dari Allah yang maha kuasa atas segala sesuatu. Ketetapan yang ada pada kita terkadang tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Tetapi perlu diketahui bahwa Dia lebih tahu dengan apa yang kita butuhkan saat ini.
Salah satu hal yang sudah menjadi ketetapan dari Allah adalah Rizqi. Rizqi yang diberikan kepada manusia tentunya sesuai dengan ukuran kemampuan diri manusia itu sendiri. Meskipun terkadang manusia selalu merasa kurang dengan apa yang telah diterimanya.Ketetapan rizqi yang diberikan kepada manusia banyak dijelaskan al-qur’an. Diantara surat-surat yang membahas hal itu adalah surat al-insyiroh dan al-quraisy yang akan dijelaskan dalam makalah ini. Meskipun tidak secara langsung Allah menegaskan tentang hal tersebut, tetapi diantara isi kandungan yang ada di dalam surat al-insyiroh dan al-quraisy mengenai hal tersebut.
Tujuan ditulisnya makalah ini selain sebagai pemenuhan tugas kuliah juga sebagai bahan wacana untuk kita bersama dalam menyikapi apa yang telah kita terima. Sehingga diharapkan dengan kita mengetahui ketetapan rizqi yang diberikan kepad kita. Kita mampu menyikapi apa yang telah kita terima menumbuhkan rasa syukur yang lebih kepada Allah swt.
Kami menyadari tulisan yang ada di hadapan para pembaca masih jauh dari kesempurnaan. Permohonan maaf kami sampaikan yang setulus-tulusnya. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan acuan untuk penulisan-penulisan berikutnya. Sehingga diharapakan penulisan-penulisan selanjutnya bisa menjadi lebih baik.
PEMMBAHSAN
بِسْمِ اللهِ الرَحْمنِ الرَّحِيْمِ
•
1. karena kebiasaan orang-orang Quraisy, 2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas[1602]. 3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). 4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
[1602] Orang Quraisy biasa Mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. ini adalah suatu nikmat yang Amat besar dari Tuhan mereka. oleh karena itu sewajarnyalah mereka menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka.
بِسْمِ اللهِ الرَحْمنِ الرَّحِيْمِ
• • •
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?, 2. dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, 3. yang memberatkan punggungmu[1584]? 4. dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu[1585], 5. karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. 7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain[1586], 8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
[1584] Yang dimaksud dengan beban di sini ialah kesusahan-kesusahan yang diderita Nabi Muhammad s.a.w. dalam menyampaikan risalah.
[1585] Meninggikan nama Nabi Muhammad s.a.w di sini Maksudnya ialah meninggikan derajat dan mengikutkan namanya dengan nama Allah dalam kalimat syahadat, menjadikan taat kepada Nabi Termasuk taat kepada Allah dan lain-lain.
[1586] Maksudnya: sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah Maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia Maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah.
Hukum Bacaan Lafadz Hukum Bacaan Lafadz
Idzhar Syafawi Mad Thabi’iy
Qolqolah Suhro Mad Liyn •
Mad Thobi’iy Idzhar Syafawi
Ikhfa Haqiqi Asy – Syamsiyah dan Mad Wajib Muttashil
Mad Jaiz Munfashil Mad Liyn
Mad Thobi’iy Mad Thobi’iy
Ghunnah Mad Thobi’iy
Al – Qomariyah Al - Qomariyah dan Mad Liyn
Mad Iwadl • Mad Jaiz Munfashil
Mad Thobi’iy Idhom Mitsli
Ikhfa Haqiqi dan Qolqolah Kubro Ikhfa Haqiqi
Mad Thobi’iy Idhom Bighunnah
Qolqolah Kubro Idhom Mitsli
Idzhar
A. Memahami Isi Kandungan Surah Quraisy
Surat Quraisy adalah surah Makiyyah. Namanya yang dikenal secara umum aadalah surah Quraisy. Tujuan utama surah ini adalah mengingatkan suku yang paling berpengaruh di Mekah (Suku Quraisy) tentang betapa besar nikmat Alloh yang mestinya mereka syukuri dengan jalan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Ayat pertama disini Alloh mengingkatkan kaum musyrikin Mekah yang mengaku sebagai pembele-pembela rumah-Nya dan tampil di bawah pimpinan suku yang paling berpengaruh di sana yaitu Suku Quraisy mengingatkan mereka agar mensyukuri nikmat yang dilimpahkan kepada mereka dengan jalan mengabdi kepada Tuhan Pemilik rumah itu. Alloh berfirman: Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, yaitu kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin ke Yaman dan musim panas ke Syam yakni Syiria, dan Lebanon.
Masyarakat Mekah dikagumi dan ditakuti oleh masyarakat di sekitarnya karena semua pihak mengagungkan Kab’ah, sedang kaum Quraisy dengan berbagai cabang-cabang kesukuannya memegang tampuk tanggung jawab memelihara Ka’bah, memenuhi kebutuhannya serta kebutuhan pokok para peziarahnya. Karena itu mereka memperoleh rasa aman, baik dalam tempat pemukiman mereka di Mekah maupun dalam perjalanan mereka ke luar kota. Penghormatan dan rasa kagum itu bertambah sejak dibinasakannya oleh Alloh SWT. pasukan bergajah yang sengaja datang untukmerubuhkan Ka’bah yang diurus oleh penduduk Mekah itu (suku Quraisy).
Kata quraisy terambil dari kata at-taqarrusy yang berarti keterhimpunan, kekuatan dan kesucian dari hal-hal buruk. Penamaan suku itu demikian untuk memuji mereka dalam pesatuan dan kekokohan mereka serta sikap yang ditampakan mereka dalam perdagangan. Dalam konteks pujian terhadap suku ini serta pengaruh mereka yang beitu kuat dalam masyarakat, Nabi SAW. bersabda: “Al-A’immat(u) min Quraisy yang berarti pemimpin-pemimpin (hendaknya diangkat) dari suku Quraisy” (HR. Ahmad melalui Anas Ibin Malik).
Pada ayat ke-2 ini menceritakn perjalanan orang quraisy dalam berdagang. Pada musim dingin mereka berdagang ke negara Yaman dengan jalur selatan yaitu, Mekah, Thaif, Asir, San’a (Yaman) dan pada musim panas mereka berdagang ke Negara Syam (Suriah) dengan jalur utara, Mekah, Madinah, Damaskus, Hunain, Badar, Ma’an (Syirqil Urdun). Hal ini disebabkan karena tanah arab yang tandus sehingga mereka dalam mencari rezeki dari Allah melalui jalur perdagangan.
Kata rihlah terambi dari kata rahala yang berarti pergike tempat yang relatif jauh. Rihlah adalah kepergian atau perjalanan yang cukup jauh, yang dimaksud adalah perjalanan dagang kaum Quraisy yang mereka lakukan dua kali dalam setahun yaitu pada musim dan musim panas. Perjalanan dagang ini pertama kali oleh kakek Nabi SAW, Hasyim Ibnu ‘Abd Manaf. Ini disebabkan karena sebelum itu apabila penduduk Mekah mengalami kesulitan pangan, pemimpin rumah tangga membawa keluarga mereka ke suatu tempat tertentu dan membangun kemah buat mereka di sana untuk tinggal sampai mereka mati kelaparan. Ini mereka istilahkan dengan al-I’tifar. Ketika itu ada salah satu keluarga Bani Makhzum yang bermaksud melakukan hal tersebut tetapi beritanya didengar oleh Hasyim, maka beliau menyampaikan kepada suku Quraisy tentang peristiwa itu dan kemudian beliau meminta mereka bergotong royong untuk saling membantu. Dari sinilah kemudian mereka bersepakat untuk melakukan perdagangan dengan keuntungan yang dibagi rata. Apa yang diperoleh si kaya, diperoleh dalam kadar yang sama oleh orang miskin. Sikap bergotong royong inilah yang menjadikan perjalanan dagang itu diabadikan oleh surah ini.
Inti dari ayat ke-3 dan ke-4 adalah Allah mengingatkan orang Quraisy supaya bersyukur dengan rezeki yang diberikan dengan cara memanfaatkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Karena jaminan keamanan yang mereka peroleh saat perjalanan itu dan karena keuntungan materil yang mereka raih itu bersumber dari Alloh SWT maka hendaklah mereka yakni kaum Quraisy penduduk Mekah itu menyembah Tuhan Pemelihara dan Pemilik rumah ini yakni Ka’bah yang telah memungkinkan mereka meraih kedua manfaat sekaligus. Yuhan itulah yang telah memberi makan mereka setelah lapar atau untuk menghilangkan rasa lapar yang mereka derita, padahal mereka tinggal di lembah yang tidak bertanaman dan memberi mereka rasa aman dari ketakutan sedangkan penduduk di sekitar mereka banyak yang sering kali saling merampok dan membunuh.
Masyarakat Mekah mengakui wujud Alloh dan menyatakan diri pengikut ajaran Nabi Ibrohim AS. Sehingga seharusnya mereka mengesakan Alloh, karena itulah inti ajarannya, akan tetapi hal ini bertentangan dengan realitas yang terjadi di masyarakat Mekah. Alloh pada ayat diatas ditunjuk dengan kalimat “Pemilik rumah ini” yakni Ka’bah. Hal ini digunakan untuk mengingatkan mereka bahwa kehormatan yang mereka dapatkan di tengah masyarakat sekitar, serta rasa aman dan jaminan perjalanan itu disebabkan karena mereka adalah penduduk kota dimana rumah Alloh itu ada.
Dua hal yang disebut oleh ayat terakhir surat ini yaitu kesejahteraan yang dicapai dengan tersedianya pangan (pertubuhan ekonomi) serta jaminan (stabilitas) keamanan merupakan dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan masyarakat. Kedua hal ini jugalah yang dimohonkan oleh Nabi Ibrahim ketika berkunjung ke Mekah yakni dengan do’a beliau:
“Tuhanku, jadikanlah negri ini negri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Alloh dan hari Kemudian.” Alloh berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali” (QS. Al-Baqarah [2]: 126).
B. Memahami Isi Kandungan Surah Al-Insyirah
Ulama sepakat menyatakan bahwa ayat-ayat surat ini, kesemuanya turun sebelum Nabi Muhammad saw. Berhijarah ke Madinah. Surah ini dinamai juga surah asy-syarh/ alam nasyrah atau surah al-insyirah. Kesemua nama tersebut merujuk ke ayat pertamanya. Tema utamanya adalah penenangan hati Nabi Muhammad saw.menyangkut masa lalu dan masa datang beliau, serta tuntutan untuk berusaha sekuat tenaga dan penuh optimisme.
Ayat ke-1 berbicara tentang kelapangan dada dalam pengertian immaterial, yang dapat menghasilkan kemampuan menerima dan menemukan kebenaran, hikmah dan kebijaksanaan, serta kesanggupan menampung bahkan memaafkan kesalahan dan gangguan orang lain. Kata syaraha serupa maknanya dengan kanddungan doa Nabi Musa AS:
”Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untuku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku” (QS. Thaha [20]: 25-27)
Serta serupa dengan firman-Nya:
“Dan apakah orang-orang yang dilapangkan Alloh dadanya untuk menerima agama Islam sehingga ia mendapat cahaya/pelita (sama dengan yang membantu hatinya)?” (QS. Az-Zumar [39]: 22).
“Barang siapa yang dikehendaki Alloh untuk diberi petunjuk, maka Dia (Alloh) melapangkan dadanya untuk memluk agama Islam” (menyerahkan diri kepada Alloh)”. (QS. Al-An’am [6]: 125).
Keislaman atau penyerahan diri itu menghasilkan cahaya yang dapat dianugrahkan oleh pemilihnya membedakan yang haq dari yang bathil, yang utama dari yang tidak utama, yang benar dari yang tidak benar.
Ayat ke-2 dan ke-3 menegaskan bahwa disamping anugrah kemudahan yang akan diperoleh Nabi, ayat di atas melanjutkan bahwa: Dan disamping itu Kami juga telah menanggalkan darimu beban yang selama ini engkau pikul dan engkau raasakan sangat memberatkan punggungmu. Dari ayat ini dapat diketahui betapa berat yang dipikul oleh Nabi Muhammad. Al-Qur’an tidak menjelaskan tentang beban itu, karenanya timbul berbagai pendapat ulama antara lain:
1. Wafatnya istri beliau Khatijah RA dan paman beliau Abu Thalib.
2. Beratnya wahyu Al-Qur’an yang baru diterima
3. Keadaan masyarakat pada zaman Jahiliyah
Selanjutnya pada ayat ke-4 menegaskan anugrah Alloh yang lain yakni: disamping kemudahan dan keringanan beban pada ayat ini Allah memberikan penghargaan kepada Nabi Muhammad berupa:
1. Nama Nabi Muhammad disejajarkan dengan Allah dalam kalimat syahadat
2. Seseorang tidak dianggap beriman bila tidak beriman kepada Muhammad
3. Nama dan sifat Nabi tercantum di kitab-kitab suci sebelum Al-Qur’an
4. Nabi Muhammad dijadikan suri tauladan bagi seluruh umat manusia
5. Semua umat Islam senantiasa menucapkan sholawat kepada Nabi Muhammad
Selain itu ketinggian nama Nabi juga dapat dibuktikan melalui pembuktian yang logis dan ilmiah ataupun menurut pandangan para ahli yang tidak menggunakan dengan tolak ukur agama. Thomas Carlyle yang menggunakan tolok ukur “kepahlawanan”, Marcus Dods yang menulis dalm bukunnya Muhammad, Budha, Christ dengan tolok ukur “keberanian moril”, Will Duranat dalam The Story of Civilization denga tolok ukur “hasil karya”, Michel Hart dalam Seratus Tokoh dengan tolok ukur “pengaruh” dan masih banyak lagi yang lainnya, kesemuanya berkesimpulan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang manusia yang sangat agung bahkan manusia yang terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan.
Dalam ayat ke-5 dan ke-6, Allah menyatakan bahwa jika engkau telah menggetahui dan menyadari betapa besar anugrah Alloh itu maka dengan demikian, menjadi jelas pula bagimu wahai Nabi agung bahwa sesungguhnya bersama atau sesaat sesudah kesulitan ada kemudahan yang besar, sesungguhnya setelah kemudahan ada kesulitan yang besar. Ayat 5 dan 6 disini sesuai jalanya dengan isyarat yang dikandung dalam firman Alloh:
“Yang demikian itu ada karena sesungguhnya Alloh (kuasa) memasukkan malam kedalam siang dan memasukan siang kedalam malamdan bahwa Alloh Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”. (QS. Al-Hajj [22]: 61).
Demikian itu sunnah dan ketetapan Alloh yang berlaku bahkan dalam hokum-hukum syariat-Nya dikenal hal yang sama. Para ahli hukum Islam, setelah memperhatikan sekian banyak ayat Al Qur’an dan hadits-hadits menyimpulkan dalam bentuk akidah yang berbunyi “al-Masyaqqah Tajlibu at-Taissir” (kesulitan mendatangkan kemudahan) demikian pula kaidah “Idza Dhaqa asy-Syai’u Ittasa’”(Apabila sesuatu telah menyempit, maka ia menjadi luas).
Ayat ini memesankan agar manusia berusaha menemukan segi-segi positif yang dapat dimanfaatkan didalam setiap kesulitan, karena bersama setiap kesulitan terdapat kemudahan. ayat ini berpesan agar setiap manusia mencari peluang pada setiap tantangan dan kesulitan yang dihadapi.
Intisari dari ayat ke-7 dan ke-8 adalah menuntut kesungguhan dalam bekerja dibarengi dengan harapan serta optimisme akan kehadiran bantuan Ilahi. Hal inilah yang dipesankan oleh ayat ini dengan menyatakan: maka apabila telah selesai yakni telah berada di dalam keluangan setelah tadinya engkau sibuk maka bekerjalah dengan sungguh-sungguh hingga engkau letih atau hingga engkau tegak dan nyata suatu persoalan baru dan hanya kepada Tuhanmu saja tidak kepada siapapun selain-Nya hendaknya engkau berharap dan berkeinginan penuh guna memperoleh bantuan-Nya dalam menghadapi setiap kesulitan serta melakukan satu aktivitas.
Ayat surah ke-7 ini memberi petunjuk bahwa seseorang harus selalu memiliki kesibukan. Bila telah berakhir suatu pekerjaan, maka ia harus memulai lagi dengan pekerjaan lain, sehingga dengan ayat ini seorang muslim tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya. Sedangkan ayat ke-8 menggunakan kata wauw yang bisa diterjemahkan dengan dan. Kata itu menunjukan ayat ke-7 dan ke-8, dan ini berarti seseorang selalu harus menghubungkan antara “kesungguhan bersaha” dengan harapan serta “kecenderungan hati” kepada Alloh SWT. Ini dapat sejalan dengan ungkapan “bekerja sambil berdoa” walau tentunya kedua ayat ini mengandung makna yang jauh lebih dalam dari ungkapan ini.
Demikianlah surah Asy-Syarh memulai ayat-ayatnya dengan menggambarkan dan anugrahketenangan jiwa yang telah diperoleh Nabi Muhammad SAW serta diakhiri dengan petunjuk yang dapat mengantarkan seseorang guna memperoleh ketenangan itu. Meskipun ayat itu ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi secara tidak langsung juga ditujukan kepada seluruh orang-orang yang beriman. Sehingga apabila kita dalam hidup ini menghadapi kesulitan maupun penderitaan hendaklah selalu bersabar, berdoa kepada Allah dan yakin bahwa dibalik kesulitan pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya
Jadi, kita hanya patut mengabdi kepada Allah, karena hanya Dialah yang memberikan nikmat dalam hidup kita. Apabila kita mengalami kesulitan dalam hidup, hanya Allah yang bisa menolong kita. Karena itu, setelah kita berusaha dan berdoa, kita harus bertawakkal kepada-Nya.
C. Hubungan QS Quraisy dan Al-Insyirah
1. Keduanya berisi tentang pemberiaan Allah yang telah menyediakan rezeki untuk kebutuhan manusia. Pernyataan bahwa Alloh telah menyediakan rizki kepada setiap manusia ini relavan dengan QS. Hud: 6, yang menyatakan bahwasanya “dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Alloh-lah yang memberi rizkinya. Ummat Muslim haruslah yakin akan hal ini karena ini salah satu obyek keyakinan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata rezeki memiliki dua arti yaitu, pertama, rezeki adalah segala sesuatau yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan) berupa makanan (sehari-hari); nafkah. Kedua, yaitu kata kiasan dari penghidupan, pendapatan, (uang dan sebagainya yang digunakan memelihara kehidupan), keuntungan, kesempatan mendapatkan makanan dan sebagainya.
Rezeki terdiri dari dua jenis. Rezeki yang kita cari dan rezeki yang datang dengan sendirinya. Dalam riwayat, rezeki yang datang kepada kita disebut sebagai “rezeki thâlib” (yang mencari) dan rezeki yang kita cari dinamakan “rezeki mathlûb (yang dicari).”
Rezeki thâlib dan yang telah ditentukan (mahtum) adalah rezeki berupa keberadaan, usia, segala fasilitas, lingkungan, keluarga, dan segala potensi dan sebagainya dari jenis rezeki ini, memberikan kemampuan yang diperlukan dan ketelitian untuk berusaha, berupaya dan bekerja sehingga dengan demikian gerbang pintu rezeki matlub dan yang bersyarat akan terbuka.
Untuk menerima rezeki matlub, setiap orang harus menengadahkan tangannya berdoa – disertai dengan usaha dan keseriusan – ke haribaan Tuhan; bahkan seorang bocah menyusui sekalipun usahanya adalah tangis dan rontaan, dengan aktifitas-aktifitas ini ia memperoleh rezeki yang dicari (ASI).
2. Keduanya berisi tentang rezeki yang diberikan Allah kepada makhluknya banyak macamnya. QS. Quraisy menjelaskan rezeki dari Allah tentang harta perniagaan, makanan, rasa aman dan jauh dari rasa cemas. Sedangkan QS Al-Insyirah menjelaskan beberpa rezeki dari Allah adalah bersikap lapang dada (sabar) dalm berdakwah, diringankan dari beban yang berat dan kemudahan yang diberikan kepada Nabi Muhammad.
3. QS Quraisy menjelaskan rezeki dari Allah akan diperoleh dengan usaha manusia seperti bertani, berdagang, pegawai, buruh dsb. Sedangkan QS Al-Insyirah menjelaskan manusia harus pandai memanfaatkan waktu untuk mencari rezeki guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
D. Menerapkan Kandungan QS Quraisy dan Al-Insyirah dalam Kehidupan
1. Memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk kegiatan sesuai dengan petunjuk agama
2. Tidak bermalas-malasan
3. Banyak bersyukur
4. Berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari rezeki Allah
5. Berusaha agar tidak melanggar norma agama
6. Memanfatkan hasil untuk kepentingan agama
7. Menggunakan hasil sesuai dengan ketentun agama
KESIMPULAN
Surat Quraisy adalah surah Makiyyah yang tujuan utama surah Quraisy adalah mengingatkan suku yang paling berpengaruh di Mekah (Suku Quraisy) tentang betapa besar nikmat Alloh yang mestinya mereka syukuri dengan jalan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, sedangkan tema utama surah Al Insyiroh adalah penenangan hati Nabi Muhammad saw.menyangkut masa lalu dan masa datang beliau, serta tuntutan untuk berusaha sekuat tenaga dan penuh optimisme.
Kedua surat tesebut diatas berisi tentang rezeki yang diberikan Allah kepada makhluknya banyak macamnya. QS. Quraisy menjelaskan rezeki dari Allah tentang harta perniagaaan, makanan, rasa aman dan jauh dari rasa cemas. Sedangkan QS. Al-Insyirah menjelaskan beberpaa rezeki dari Allah adalah bersikap lapang dada (sabar) dalm berdakwah, diringankan dari beban yang berat dan kemudahan yang diberikan kepada Naabi Muhammad.
Pesan lain dari surah Quraisy yaitu menjelaskan rezeki dari Allah akan diperoleh dengan usaha manusia seperti bertani, berdagang, pegawai, buruh dsb. Sedangkan QS Al-Insyirah menjelaskan manusia harus pandai memanfaatkan waktu untuk mencari rezeki guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karenanya sebagai ummat Islam yang bertaqwa maka hendaknya kita menjalankan segala perintah dan larangan Alloh, apalagi peintah Alloh yang sudah tercantum di surah Al-Qur’an seperti QS. Al-Insyiroh dan Quraisy maka tidak ada alasan lain selain mendengarkan dan mengamalkan.
No comments:
Post a Comment