Sosok & Kekuatan Mesin Politik Dalam Pemilu 2014
Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "JURDIL" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil".
1. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.
2. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara.
3. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapu.
4. Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
5. Jujur berarti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih.
6. Adil berarti perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu.
Sejarah pemilu diindonesia sendiri Pemilihan umum diadakan sebanyak 10 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Namun tahun 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Dan terakhir bangsa ini melaksanakan pemilu pada tahun 2009.
Lalu siapa sajakah sosok yang muncul menjadi bakal calon presiden Indonesia 2014-2019 dan bagaimana kekuatan mesin politik dalam pemilu 2014?
Sosok yang muncul menjadi bakal calon presiden Indonesia 2014-2019
Kita harus sadar bahwa pilpres bukan hanya sekedar ritual atau ajang pesta demokrasi lima tahunan, tetapi momentum bersama agar kita bisa memilih putra/putri terbaik sebagai pucuk pimpinan nasional. Menurut data dari lembaga survey Indonesia (LSI) ada 36 nama yang muncul dalam pesta demokrasi tahun 2014-2019, namun demikian dari data surveyi di atas sepanjang tahun 2012 menunjukkan dari puluhan nama bakal capres yang diuji tingkat kedikenalan mereka di mata rakyat, hanya 8 nama popularitasnya di atas 50%, yakni
1. Megawati Soekarno Putri (Ketua Umum PDI Perjuangan) = 93,7%
Mengelola politik dan Negara sebagai ibu. Lahir dari rahim penderitaan politik, mega jadi symbol perlawanan rakyat.
“ibu yang selalu ada”.
2. M. Jusuf Kalla (Ketua Umum PMI 2009-2014) = 88,9%
Jalan keluar adalaah nama tengahnya, sosok yang bertangan dingin, berbagai krisis, masalah, dan konflik social apapun selalu berhasil ia reda secara berlian. Dan JK percaya akar konflim Indonesia adalah ketidak adilan ekonomi politik.
“jalan keluar menuju pilpres”.
3. Prabowo Subianto (Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerindra) = 78,8%
Punya catatan kelam sebagai perwira orde baru, prabowo menjelma menjadi calon pemimpin yang membela kaum papa, dan dia tidak rela bangsa ini kalah dari bangsa lain dikawasan sendiri.
“dia kembali, dan kini jauh lebih siap”.
4. Wiranto ( Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat ) = 72,8%
Dipuji banyak pihak karena kesediaanya untuk taat kontitusi bersedia mendengar banyak orang. Ketegasannya bisa menjadi daya jual utama, dia juga seseorang yang memiliki kearifan dalam mengendalikan mahasiswa dan unsure militer.
“tentara yang menyelamatkan demokrasi”.
5. Aburizal Bakrie (Ketua Umum Partai GOLKAR) = 70,1%
Pengusaha sukses yang tahu persis arti pentimg berpolitik, modalnya sangat kuat, meski sayang ada lapindo.
“Bakrie ingin mengabdikan sisa hidupnya untuk rakyat”.
6. Sri Sultan Hamengku Buwono X (Gurbernur DIY 1998-2014) = 58,3%
Menjadi gurbernur sekaligus raja tidak membuatnya berjarak dengan rakyat, komitmennya pada demokrasi tak diragukan, sosok yang bukan memerintah rakyat melainkan berada bersama rakyat.
“raja yang mencintai dan dicintai rakyat”
7. Anas Urbaningrum (Ketua Umum Partai Demokrat) = 55%
Seorang yang perjalanan politiknya melaju cepat, banyak pencapaiannya, sayang diganggu mantan bendaharawan, ketenangannya membuktikan kepada publik bahwa posisinya masih sangat kuat.
“seseorang yang menunggu pembuktian”.
8. Hatta Rajasa (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2009-2014) = 54,1%
Seseorang yang meninggalkan panggung bisnis untuk menjadi pendukung reformasi diterima banyak pihak karena kesediaan duduk bersama. Dan sosok yang dikenal kemampuan marjinalnya.
“direktur utama yang menjadi jembatan”.
Kedikenalan yang tinggi bisa dimaklumi karena selain mereka adalah tokoh-tokoh partai dan meraka juga pernah menjadi presiden, wakil presiden atau pernah mencalonkan menjadi capres dan cawapres.
Popularitas nama-nama diluar 8 nama tersebut masih jauh di bawah 50%. hal ini wajar karena nama-nama lain tidak pernah bekerja secara sistematik dan teroganisir untuk mensosialisasikan diri ketengah masyarakat. Mereka juga tidak pernah mendekatkan diri sebagai capres sehingga masyarakat hanya menduga-duga mereka serius maju atau tidak. Disamping itu, mereka tidak memiliki kendaraan resmi, padahal tiket maju dalam pilpres hanya di mungkinkan melauli partai politik.
Kekuatan mesin politik dalam pemilu 2014
Ketika kita berbicara partai politik maka Indonesia merupakan Negara yang menganut system multy partai, jumlah partai diindonesia sendiri dalam pemilu tahun 2009 berjumlah 36 parati politik, namun untuk pemilu tahun 2014 mendatang ada 16 partai yang dinyatakan lolos syarat verifikasi administrasi, sedangkan 18 partai politik lainnya dinyatakan tidak lolos oleh KPU. Dasar dari putusan itu adalah Peraturan KPU No. 7 dan 8 tentang penetapan dan tahapan.
Darai hasil survei setahun terakhir, lembaga survei Indonesia (LSI) maupun maujani research and consulting (SMRC), menyatakan cuaca politik sangat tidak bersahabat dengan Partai Demokrat. Partai pemenang pemilu ini terus-terus dihantam badai akibat skandal Nazaruddin, tak heran jika elektabilitas Demokrat berada di titik terendah di bandingkan dengan perolehan pada tahun 2009 sekitar 20,8%. Pada Desember 2011, eklektabilitas Demokrat 14%, pada Februari 2012 13,7% Maret 2012 13,4%, Mei 2012 10% dan September 2012 11,4%.
Politik electoral diindonesia setengah dinamis dan flikuatif akibat bersarnya proporsi pemilih mengambang. Kerateristik pemilih cair ini ada dua. Pertama, pemilh yang memeliki partyID hanya 20%. Pemilih yang memilki partyID ini merasa dekat dengan partai-partai. Makanya volatilitas dukungan partai sangat rentan. Mayoritas responden menyatakan kurang atau sama sekali tidak siap memilih 54,9%. Mereka mengambang mungkin mengunggu waktu, menunggu partai atau calon yang lebih menyakinkan atau mungkin tidak akan memilih.
Kedua, pemilih yang belum menentukan pilihan yang berkisar 20-30%. Jumlah ini potensial mengubah peta kekuatan secara drastis. Jika tidak ada alternatif yang kridibel, bukan tidak mungkin pemilih akan golput. Selain itu pemilih yang sudah menentukan pilihan juga masih banyak yang bisa pindah kelain partai. Pemilih yang tidak setia ini yang menyebabkan dinamika politik electoral kita mirip gelembung (bubble politics). Setiap pemilu pemenang selalu berbeda, pada pemilu tahun 1999 PDI-P muncul sebagai jawara, pada tahun 2004 disusul oleh GOLKAR yang menjadi unggul, dan pada pemilu terakhir pada tahun 2009 DEMOKRAT yang tampil sebagai pemenang.
Elektabilitas Partai Menuju Pemilu 2014;
1. GOLKAR : 18,4%
2. PDI-P : 15,8%
3. DEMOKRAT : 11,4%
4. NASDEM : 6,3%
Sedangkan untuk kesuksesan dalam Pemilu yang akan datang, pendidikan politik harus lebih di sosialisakan karena, untuk saat ini masyarakat masih memikirkan keterpopoleran calon dari pada kemampuannya. Dan masyarakat nantinya tidak mau lagi menerima praktik money politk. Disini kita tidak hanya mengharapkan dari pihak KPU saja yang memberikan pendidikan politik tetapi bagaimana peran masyarakat umum yang mengetahui untuk membantu dalam hal ini, begitupun mahasiswa, mahasiswa yang dikenal sebagai kaum intelektual maka disini mahasiswa harus selalu membantu mengawasi dan memberikan pendidikan politik tersebut.
Diharapkan kepada parpol-parpol untuk mengirim kader-kader terbaik mereka untuk di calonkan menjadi capres, parpol-parpol tidak hanya mengirimkan orang-orang yang dilihat dari tinggkat kekayaan dan keterpolaritasannya saja namun juga kader-kader yang berkualitas. Berkualitas disini bagaimana seorang ini juga memiliki pengetahuan yang luas dan jelas dalam bidang ekonomi, politik dan pemerintahan.
Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "JURDIL" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil".
1. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.
2. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara.
3. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapu.
4. Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
5. Jujur berarti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih.
6. Adil berarti perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu.
Sejarah pemilu diindonesia sendiri Pemilihan umum diadakan sebanyak 10 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Namun tahun 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Dan terakhir bangsa ini melaksanakan pemilu pada tahun 2009.
Lalu siapa sajakah sosok yang muncul menjadi bakal calon presiden Indonesia 2014-2019 dan bagaimana kekuatan mesin politik dalam pemilu 2014?
Sosok yang muncul menjadi bakal calon presiden Indonesia 2014-2019
Kita harus sadar bahwa pilpres bukan hanya sekedar ritual atau ajang pesta demokrasi lima tahunan, tetapi momentum bersama agar kita bisa memilih putra/putri terbaik sebagai pucuk pimpinan nasional. Menurut data dari lembaga survey Indonesia (LSI) ada 36 nama yang muncul dalam pesta demokrasi tahun 2014-2019, namun demikian dari data surveyi di atas sepanjang tahun 2012 menunjukkan dari puluhan nama bakal capres yang diuji tingkat kedikenalan mereka di mata rakyat, hanya 8 nama popularitasnya di atas 50%, yakni
1. Megawati Soekarno Putri (Ketua Umum PDI Perjuangan) = 93,7%
Mengelola politik dan Negara sebagai ibu. Lahir dari rahim penderitaan politik, mega jadi symbol perlawanan rakyat.
“ibu yang selalu ada”.
2. M. Jusuf Kalla (Ketua Umum PMI 2009-2014) = 88,9%
Jalan keluar adalaah nama tengahnya, sosok yang bertangan dingin, berbagai krisis, masalah, dan konflik social apapun selalu berhasil ia reda secara berlian. Dan JK percaya akar konflim Indonesia adalah ketidak adilan ekonomi politik.
“jalan keluar menuju pilpres”.
3. Prabowo Subianto (Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerindra) = 78,8%
Punya catatan kelam sebagai perwira orde baru, prabowo menjelma menjadi calon pemimpin yang membela kaum papa, dan dia tidak rela bangsa ini kalah dari bangsa lain dikawasan sendiri.
“dia kembali, dan kini jauh lebih siap”.
4. Wiranto ( Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat ) = 72,8%
Dipuji banyak pihak karena kesediaanya untuk taat kontitusi bersedia mendengar banyak orang. Ketegasannya bisa menjadi daya jual utama, dia juga seseorang yang memiliki kearifan dalam mengendalikan mahasiswa dan unsure militer.
“tentara yang menyelamatkan demokrasi”.
5. Aburizal Bakrie (Ketua Umum Partai GOLKAR) = 70,1%
Pengusaha sukses yang tahu persis arti pentimg berpolitik, modalnya sangat kuat, meski sayang ada lapindo.
“Bakrie ingin mengabdikan sisa hidupnya untuk rakyat”.
6. Sri Sultan Hamengku Buwono X (Gurbernur DIY 1998-2014) = 58,3%
Menjadi gurbernur sekaligus raja tidak membuatnya berjarak dengan rakyat, komitmennya pada demokrasi tak diragukan, sosok yang bukan memerintah rakyat melainkan berada bersama rakyat.
“raja yang mencintai dan dicintai rakyat”
7. Anas Urbaningrum (Ketua Umum Partai Demokrat) = 55%
Seorang yang perjalanan politiknya melaju cepat, banyak pencapaiannya, sayang diganggu mantan bendaharawan, ketenangannya membuktikan kepada publik bahwa posisinya masih sangat kuat.
“seseorang yang menunggu pembuktian”.
8. Hatta Rajasa (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2009-2014) = 54,1%
Seseorang yang meninggalkan panggung bisnis untuk menjadi pendukung reformasi diterima banyak pihak karena kesediaan duduk bersama. Dan sosok yang dikenal kemampuan marjinalnya.
“direktur utama yang menjadi jembatan”.
Kedikenalan yang tinggi bisa dimaklumi karena selain mereka adalah tokoh-tokoh partai dan meraka juga pernah menjadi presiden, wakil presiden atau pernah mencalonkan menjadi capres dan cawapres.
Popularitas nama-nama diluar 8 nama tersebut masih jauh di bawah 50%. hal ini wajar karena nama-nama lain tidak pernah bekerja secara sistematik dan teroganisir untuk mensosialisasikan diri ketengah masyarakat. Mereka juga tidak pernah mendekatkan diri sebagai capres sehingga masyarakat hanya menduga-duga mereka serius maju atau tidak. Disamping itu, mereka tidak memiliki kendaraan resmi, padahal tiket maju dalam pilpres hanya di mungkinkan melauli partai politik.
Kekuatan mesin politik dalam pemilu 2014
Ketika kita berbicara partai politik maka Indonesia merupakan Negara yang menganut system multy partai, jumlah partai diindonesia sendiri dalam pemilu tahun 2009 berjumlah 36 parati politik, namun untuk pemilu tahun 2014 mendatang ada 16 partai yang dinyatakan lolos syarat verifikasi administrasi, sedangkan 18 partai politik lainnya dinyatakan tidak lolos oleh KPU. Dasar dari putusan itu adalah Peraturan KPU No. 7 dan 8 tentang penetapan dan tahapan.
Darai hasil survei setahun terakhir, lembaga survei Indonesia (LSI) maupun maujani research and consulting (SMRC), menyatakan cuaca politik sangat tidak bersahabat dengan Partai Demokrat. Partai pemenang pemilu ini terus-terus dihantam badai akibat skandal Nazaruddin, tak heran jika elektabilitas Demokrat berada di titik terendah di bandingkan dengan perolehan pada tahun 2009 sekitar 20,8%. Pada Desember 2011, eklektabilitas Demokrat 14%, pada Februari 2012 13,7% Maret 2012 13,4%, Mei 2012 10% dan September 2012 11,4%.
Politik electoral diindonesia setengah dinamis dan flikuatif akibat bersarnya proporsi pemilih mengambang. Kerateristik pemilih cair ini ada dua. Pertama, pemilh yang memeliki partyID hanya 20%. Pemilih yang memilki partyID ini merasa dekat dengan partai-partai. Makanya volatilitas dukungan partai sangat rentan. Mayoritas responden menyatakan kurang atau sama sekali tidak siap memilih 54,9%. Mereka mengambang mungkin mengunggu waktu, menunggu partai atau calon yang lebih menyakinkan atau mungkin tidak akan memilih.
Kedua, pemilih yang belum menentukan pilihan yang berkisar 20-30%. Jumlah ini potensial mengubah peta kekuatan secara drastis. Jika tidak ada alternatif yang kridibel, bukan tidak mungkin pemilih akan golput. Selain itu pemilih yang sudah menentukan pilihan juga masih banyak yang bisa pindah kelain partai. Pemilih yang tidak setia ini yang menyebabkan dinamika politik electoral kita mirip gelembung (bubble politics). Setiap pemilu pemenang selalu berbeda, pada pemilu tahun 1999 PDI-P muncul sebagai jawara, pada tahun 2004 disusul oleh GOLKAR yang menjadi unggul, dan pada pemilu terakhir pada tahun 2009 DEMOKRAT yang tampil sebagai pemenang.
Elektabilitas Partai Menuju Pemilu 2014;
1. GOLKAR : 18,4%
2. PDI-P : 15,8%
3. DEMOKRAT : 11,4%
4. NASDEM : 6,3%
Sedangkan untuk kesuksesan dalam Pemilu yang akan datang, pendidikan politik harus lebih di sosialisakan karena, untuk saat ini masyarakat masih memikirkan keterpopoleran calon dari pada kemampuannya. Dan masyarakat nantinya tidak mau lagi menerima praktik money politk. Disini kita tidak hanya mengharapkan dari pihak KPU saja yang memberikan pendidikan politik tetapi bagaimana peran masyarakat umum yang mengetahui untuk membantu dalam hal ini, begitupun mahasiswa, mahasiswa yang dikenal sebagai kaum intelektual maka disini mahasiswa harus selalu membantu mengawasi dan memberikan pendidikan politik tersebut.
Diharapkan kepada parpol-parpol untuk mengirim kader-kader terbaik mereka untuk di calonkan menjadi capres, parpol-parpol tidak hanya mengirimkan orang-orang yang dilihat dari tinggkat kekayaan dan keterpolaritasannya saja namun juga kader-kader yang berkualitas. Berkualitas disini bagaimana seorang ini juga memiliki pengetahuan yang luas dan jelas dalam bidang ekonomi, politik dan pemerintahan.
No comments:
Post a Comment